Sabtu, 21 November 2009

Luka yang menganga

“Kamu kenapa? Mukamu tampak pucat.”

“Nggak, aku nggak apa-apa koq.”

“Kamu yakin? Sepertinya kamu sakit. Udah, ambil ijin aja terus istirahat di rumah.”

“Aku sehat koq!”

Mungkin aku memang sakit, pikirku. Bau itu tercium lagi. Bau anyir… ya, bau darah segar. Ku lihat lukaku, menganga, seperti lubang hitam yang siap menyedot benda-benda di sekitarnya.

-----------------

Lorong itu begitu gelap.

“Ayaaaahhh…..!”

“ Ibuuuuu…..!”

Tidak ada jawaban. Apakah aku benar-benar tersesat?. Ku coba mengingat kembagi jalan yang telah ku lalui. Gelap. Semuanya benar-benar gelap. Ku pandangi sekelilingku. Gelap. Senyap. Tidak lagi ku lihat obor yang dipegang orangtuaku. Tidak lagi kudengar derap langkah kaki mereka yang sedari tadi menyertaiku. Aku menangis. Terisak-isak aku memanggil nama mereka. Meraung-raung, memohon mereka kembali. Sunyi. Gelap. Hanya hembusan angin yang kurasakan menerpa kulitku. Dingin.

Aku tersesat…… Aku sendirian……

Lorong itu sangat gelap, pengap, begitu menyesakkan dada. Tidak ada cara lain aku harus terus berjalan. Entah sudah berapa kali mentari terbit dan tenggelam. Aku tak tahu. Ku terus melangkah, sembari memanggil kedua orang tuaku. Tak ada jawaban. Apakah mereka tidak tahu kalau anaknya sedang tersesat? Kenapa mereka tidak segera mencariku?

Aku tersesat…… Aku sendirian……

Aku kelaparan. Langkahku gontai. Aku terjatuh. Uh, sakit!

“Ayah…Ibu…” kembali kupanggil nama mereka. Tak ada jawaban.

Lukaku perih….. Aku sendirian.

-------------------

Sudah berbagai cara aku lakukan. Lukaku tak kunjung membaik. Bahkan, makin hari sepertinya lukaku makin membesar. Terus-menerus mengeluarkan darah. Teman-temanku sampai hapal dengan bau anyir yang mengikutiku. Bau lukaku. Tidak hanya menimbulkan bau, lukaku teramat sangat perih. Entah sudah berapa banyak analgesic yang telah aku minum. Analgesic itu hanya bersifat sementara. Setiap saat aku harus menahan sakitnya lukaku. Tidak jarang setiap malam aku menangis. Menahan perih lukaku.

Luka itu sekarang bernanah. Membusuk!. Infeksinya telah menyebar, menggerogoti organ-organ di sekitarnya. Ku pandangi diriku di cermin. Tampak pucat. Sayu. Rupanya lukaku yang terus-menerus mengeluarkan darah membuat persediaan darah di tubuhku habis. Kondisiku melemah.

Ah, mungkin sekarang waktunya aku di opname……